1.
Ramen
Mie ramen yang populer
sebagai salah satu hidangan khas Jepang ternyata memiliki sejarah yang unik dan
dapat disaksikan di Instant Ramen Museum.Mie ramen yang populer sebagai salah
satu hidangan khas Jepang ternyata memiliki sejarah yang unik dan dapat
disaksikan di Instant Ramen Museum.
Jepang terkenal sebagai
salah satu negara Asia yang menjadi surga bagi pecinta kuliner. Beragam makanan
khas Jepang seperti sushi, takoyaki, dan shasimi tentu sudah tak asing lagi
bagi lidah orang Indonesia.Animo masyarakat akan kuliner khas Jepang menjadi
cikal bakal berdirinya resto-resto khas Jepang di beberapa kota besar di
Indonesia. Salah satu makanan khas Jepang yang populer di Indonesia saat ini
adalah mie ramen.
Mie ramen pertama di
dunia diciptakan pada tahun 1910 di Jepang. Kala itu seorang koki China di
restoran Rairaikan Tokyo mencoba membuat sebuah signature dish yang terdiri
dari kaldu dan mie China yang berwarna kuning dan bertekstur elastis.Mie China
yang saat itu digunakan sang koki memiliki tekstur yang lebih elastis bila
dibandingkan dengan mie ramen saat ini.
Hal ini karena sang
koki menambahkan sodium karbonat ketika membuat adonan mie.Hidangan ini
kemudian populer dan dinamakan shina soba. Kata shina sendiri terdengar seperti
pengucapan kata “China” , dan kata soba yang berarti mie soba. Kendati
demikian, komposisi shina soba ini berbeda dengan komposisi soba Jepang, yakni
pada penggunaan gandum sebagai bahan baku pembuatannya.
Beberapa tahun kemudian
kepopuleran shina soba mulai meluas dan membuat semua restoran Jepang berkreasi
membuat hidangan shina soba dengan bahan-bahan khas lokal.Keadaan politik dunia
serta kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke II ternyata turut mempengaruhi
perkembangan shina soba sebagai cikal bakal mie ramen modern.Saat itu
penggunaan kata shina dianggap sebagai simbol agresi imperialis serta dianggap
sebagai sebuah bentuk penghinaan rasis yang mengerikan.
Jadilah pada saat itu
kata shina soba diganti menjadi kata Chuka Soba.Penggunaan kata Chuka Soba ini
tidak bertahan lama karena setelah 1958, sebuah perusahaan mie instan ternama
di Jepang mengeluarkan sebuah produk Chuka Soba pertama dalam bentuk instan yang
diberi nama Chikin Ramen.Pemilihan kata ramen sendiri berasal dari bahasa China
“la” yang artinya menarik, dan “mien” yang artinya mie. Jadi, kata ramen
digunakan untuk menggambarkan sebuah produk kuliner berupa mie yang cara
pembuatannya harus melalui proses tarik menarik adonan.
Museum mie ramen instan
di Jepang Kini semua kisah menarik seputar sejarah mie ramen instan dapat Anda
temui langsung di Instant Ramen Museum. Museum unik yang terletak di daerah
Tokyo dan Osaka ini menyajikan banyak cerita seputar perkembangan mie ramen
instan sejak tahun 1958 hingga saat ini.
Tak hanya itu, Anda
juga bisa berkreasi dengan desain kemasan cup noodle pada media yang telah
disediakan.Setelah puas mendesain kemasan mie instan, Anda dapat mengisi cup
noodle tersebut dengan mie, bumbu dan bahan pelengkap sesuai selera.Jadi, bagi
Anda para pecinta kuliner, jangan sampai melewatkan kisah di balik terciptanya
ramen.
Berkunjung ke Instan
Ramen Museum merupakan salah satu agenda wisata yang akan menambah pengetahuan
Anda seputar dunia kuliner. Namun jika food lovers ingin menikmati ramen tanpa
harus jauh jauh pergi ke jepang, food lovers bisa mampir ke Food Centrum yang
terletak di sunter Jakarta utara.
2.
Mie Ayam
mie ayam sendiri adalah
makanan hasil akulturasi budaya yang dilakukan oleh nenek moyang kita. Mie ayam
pada awalnya berasal dari Tiongkok Selatan sekitar daerah pelabuhan di Fujian
dan Guandong. Pada tahun 1870, Pemerintah Hindia Belanda melakukan politik
keterbukaan di daerah jawa, efek dari politik keterbukaan tersebut menyebabkan
adanya imigran dari Tiongkok dan Arab. “Vreemde Oosterlingen” itulah sebutan
Hindia Belanda bagi orang yang bermukim Jawa dan merupakan penduduk timur
asing.
Karena politik
keterbukaan, banyak sekali orang asing yang bekerja di Jawa. Penduduk yang
paling banyak di Jawa adalah mereka orang asing yang berasal dari Tiongkok
Selatan. Dengan banyaknya orang Tiongkok yang bekerja di Jawa, membuat prefensi
selera makan penduduk yang tinggi. Selain itu juga, orang Tiongkok terkenal
dengan menikmati hidupnya untuk makan seenaknya setelah bekerja seharian penuh.
Karena filosofi dan rasa kangen dengan daerah mereka yang terkenal dengan mie
itu, maka mereka membuat makanan legendaris yaitu mie ayam.
Terbentuknya dan
berkembangnya mie ayam tidak terlepas dari perkembangan makanan yang di masa
tersebut termasuk makanan yang populer yaitu “Caudo”. Bagi masyarakat jawa,
caudo sering disebut dengan soto. Caudo sendiri mulai masuk dan berkembang di
nusantara terutama di pesisir Jawa setelah terjadinya Perang Diponegoro pada
tahun 1825 sampai 1830. Pada awal perkembangannya, caudo atau soto hanya
dikenal di Lamongan dan Kudus. Jenis soto pada daerah Lamongan dan Kudus adalah
soto yang memiliki kuah bening. Kuah bening dari soto Lamongan dan Kudus
mengambil filosofi dari “wening ing ati” atau bening di hati. Tetapi karena
perkembangan selera makan masyarakat, soto Lamongan dan Kudus meninggalkan kuah
bening tersebut, pada penjual menambahkan beberapa bumbu khas semisal koya dan
ebi yang menyebabkan kuah soto menjadi kuning dan kental.
Komsumsi soto Lamongan
dan Kudus semakin besar terjadi pada tahun 1932 saat terjadinya pemogokan buruh
kereta api di Surabaya. Karena peminat soto yang banyak, soto mulai berkembang
pada kampung-kampung kecil. Pernah dengar Soto Sulung? atau Soto Ambengan? nama
dari soto-soto tersebut adalah nama kampung di Surabaya. Mereka meracik soto
dengan bumbu-bumbu yang menjadi ciri khas dari masing-masing kampung tersebut.
Selain soto yang bernama khas Surabaya ada juga Soto Madura. Soto Madura adalah
soto yang awal mulanya diracik oleh para peranakan Tiongkok di Surabaya, orang
yang membantu dalam memasak dan meracik soto tersebut adalah orang berketurunan
Madura. Setelah mereka mendapatkan ilmu yang cukup, mereka mendirikan usaha
sendiri dan menamakan Soto Madura.
Pada tahun 1880,
makanan soto mulai menurun popularitasnya. Pada suatu acara Cap Go Meh di
daerah Semarang, para peranakan elite yang disebut Kong Koan mengundang para
ahli masak masakan Tiongkok untuk diadu kemampuannya. Masakan yang disajikan
haruslah berbahan dasar mian (mie) yang berasal dari tepung terigu maupun
tepung beras, mifen (bihun), mian xian (misoa), lumian (lomi), dan guotiao
(kwetiau). Selain mie, para ahli masak juga menyajikan makanan pendamping yaitu
bianshi atau pangsit. Adu kemampuan ini juga diisi dengan kemampuan para ahli
masak untuk memasak dan menyajikan jenis-jenis tim sum (dim sum) seperti ruo
bao (bakpao), ruo zong (bacang), nunbing (lumpia). Dari perlombaan tersebut
yang memenangkan untuk masakan mie adalah orang pernakan Batavia dan yang
memanangkan masakan Tim Sum adalah seorang ibu-ibu peranakan Tiongkok dari
Bandung.
Inilah yang menyebabkan
kalau masakan yang berbahan dasar tepung dan berbentuk mie dikuasai oleh
orang-orang yang berasal dari Jakarta, dan terbentuklah makanan Mie Ayam
Jakarta. Sedangkan untuk makanan yang sifatnya dikukus atau tim sum dikuasai
oleh orang-orang yang berasal dari Bandung, nah karena ini pula terciptanya
sebuah makanan ringan yang fenomenal yaitu siomay bandung yang enak itu
Perkembangan dan popularitas
dari masakan khas Tiongkok pada masa tersebut juga disaingi oleh masakan
bergaya Arab. Pusat dari perkembangan masakan bergaya Arab ini ada di Solo dan
Semarang tapi yang paling terkenal ada di daerah Solo. Tidak seperti masakan
Tiongkok yang banyak pilihannya dan menjadi ikonik di negeri ini, masakan Arab
yang bisa kita nikmati dan merakyat hanya ada Tongseng dan Gulai. Para jagoan
dan ahli masak masakan Arab bukanlah mereka peranakan Arab tetapi orang asli
keturanan Jawa yang berasal dari kawasan Karanggede, yaitu wilayah utara Solo
dekat dengan Boyolali.
Pada tahun 1950-an
masakan Arab mengalami penurunan yang kemudian diganti dengan popularitas
masakan Padang. Masakan Padang sendiri mulai berdiri di Jawa pada tahun
1950-an. Wilayah Pasar Senen adalah kawasan pusat dari orang-orang dan pedagang
dari Minang. Orang minang sendiri tidak hanya terkenal yang dengan masakan yang
serba gurih, asin, dan pedas, tetapi juga pintar dalam berkata-kata. Mereka
(Orang Minang) mendirikan sebuah komunitas yang bernama Komunitas Gelandangan
Senen. Komunitas ini adalah tempat berkumpulnya para penyair, seniman, dan
pujangga. Banyak tokoh seniman yang kita kenal berasal dari komunitas ini,
contohnya: Chairil Anwar, Djamalludin Malik, Sukarno M Noor, Adam Malik, dan
terkadang ada juga Tan Malaka.
Saat para seniman
seperti Chairil Anwar, Adam Malik, dan Djamalludin Malik sudah menjadi orang
yang populer, para pedagang di Pasar Senen membuat sebuah jaringan warung
masakan padang dengan nama “Salero Bagindo” dan pada tahun 1970-1980 menjadi
penguasa jaringan masakan padang di kawasan Jakarta Pusat. Semenjak populernya
masakan padang “Salero Bagindo” menyebabkan para pedagang masakan kecil dari
beberapa wilayah, seperti Pariaman yang terkenal dengan satenya, Solok yang
terkenal dengan ayam bakaranya, dan Bareh Tanamo.
Dari semua makanan diatas, mie ayam
adalah salah satu primadona masyarakat Indonesia. Cita rasa mie ayam yang khas
dan teksture mie yang disajikan telah menjadi ciri khas dari makanan Indonesia.
Mie ayam juga tidak hanya merambah kalangan bawah saja, tetapi kalangan atas
pun tidak luput untuk dijangkau oleh jenis makanan ini.
No comments:
Post a Comment